Bunyi Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Tentang percobaan.
(1) Mencoba
melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika
kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Mengenai percobaan tindak pidana ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 69) menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan percobaan itu, tetapi yang diberikan ialah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum.
R.
Soesilo menjelaskan bahwa menurut kata sehari-hari yang diartikan
percobaan yaitu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal
yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi
tidak selesai. Misalnya bermaksud membunuh orang, orang yang hendak
dibunuh tidak mati; hendak mencuri barang, tetapi tidak sampai dapat
mengambil barang itu.
Menurut
Pasal 53 KUHP, supaya percobaan pada kejahatan (pelanggaran tidak)
dapat dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
- Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan
- Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.
Apabila
orang berniat akan berbuat kejahatan dan ia telah mulai melakukan
kejahatannya itu, akan tetapi karena timbul rasa menyesal dalam hati ia
mengurungkan perbuatannya, sehingga kejahatan tidak sampai selesai, maka
ia tidak dapat dihukum atas percobaan pada kejahatan itu, oleh karena
tidak jadinya kejahatan itu atas kemauannya sendiri. Jika tidak jadinya
selesai kejahatan itu disebabkan karena misalnya kepergok oleh agen
polisi yang sedang meronda, maka ia dapat dihukum, karena hal yang
mengurungkan itu terletak di luar kemauannya.
Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan syarat selanjutnya adalah bahwa kejahatan itu sudah mulai dilakukan. Artinya orang harus sudah mulai dengan melakukan perbuatan pelaksanaan pada kejahatan itu.Kalau belum dimulai atau orang baru melakukan perbuatan persiapan saja untuk mulai berbuat, kejahatan itu tidak dapat dihukum.
Misalnya
seseorang berniat akan mencuri sebuah sepeda yang ada di muka kantor
pos. Ia baru mendekati sepeda itu lalu ditangkap polisi. Andaikata ia
mengaku saja terus terang tentang niatnya itu, ia tidak dapat dihukum
atas percobaan mencuri, karena di sini perbuatan mencuri belum dimulai.
Perbuatan mendekati sepeda di sini baru dianggap sebagai perbuatan
persiapan saja. Jika orang itu telah mengacungkan tangannya untuk
memegang sepeda tersebut, maka di sini perbuatan pelaksanaan pada
pencurian dipandang telah dimulai, dan bila waktu itu ditangkap oleh
polisi dan mengaku terus terang, ia dapat dihukum atas percobaan pada
pencurian.
Selanjutnya
apabila dalam peristiwa tersebut sepeda telah dipegang dan ditarik
sehingga berpindah tempat, meskipun hanya sedikit, maka orang tersebut
tidak lagi hanya dipersalahkan melakukan percobaan, karena delik pencurian dianggap sudah selesai jika barangnya yang dicuri itu telah berpindah.
Yang kemudian perlu diketahui lagi adalah apa yang dimaksud dengan perbuatan pelaksanaan dan perbuatan persiapan?
R. Soesilo menjelaskan (Ibid, hal. 69-70) pada umumnya dapat dikatakan bahwa perbuatan itu sudah boleh dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan,
apabila orang telah mulai melakukan suatu anasir atau elemen dari
peristiwa pidana. Jika orang belum memulai dengan melakukan suatu anasir
atau elemen ini, maka perbuatannya itu masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan.
Suatu anasir dari delik pencurian ialah “mengambil”, jika pencuri sudah
mengacungkan tangannya kepada barang yang akan diambil, itu berarti
bahwa ia telah mulai melakukan anasir “mengambil” tersebut.
Dalam
hal pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), misalnya dengan
membongkar, memecah, memanjat, dan sebagainya, maka jika orang telah
mulai dengan mengerjakan pembongkaran, pemecahan, pemanjatan, dan
sebagainya, perbuatannya sudah boleh dipandang sebagai perbuatan
pelaksanaan, meskipun ia belum mulai mengacungkan tangannya pada barang
yang hendak diambil. Bagi tiap-tiap peristiwa dan tiap-tiap macam
kejahatan harus ditinjau sendiri-sendiri. Di sinilah kewajiban hakim.
Mengenai perbuatan pelaksanaan dan perbuatan persiapan, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 110-111), mengutip Hazewinkel-Suringa, menyebutkan berbagai pendapat sebagai berikut:
1. Van Hamel, menganggap ada perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan menggambarkan ketetapan dari kehendak (vastheid van voornemen) untuk melakukan tindak pidana.
2. Simons,
menganggap ada perbuatan pelaksanaan apabila dari perbuatan itu dapat
langsung menyusul akibat sebagai tujuan dari tindak pidana (constitutief gevolg), tanpa perlu ada perbuatan lain lagi dari si pelaku.
3. Pompe,
ada suatu perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan itu bernada membuka
kemungkinan terjadinya penyelesaian dari tindak pidana.
4. Zevenbergen, menganggap percobaan ada apabila kejadian hukum itu sebagian sudah terjelma atau tampak.
5. Duynstee, dengan perbuatan pelaksanaan seorang pelaku sudah masuk dalam suasana lingkungan kejahatan (misdadige sfeer).
6. Van
Bemmelen, perbuatan pelaksanaan harus menimbulkan bahaya atau
kekhawatiran akan menyusulnya akibat yang dimaksudkan dalam perumusan
tindak pidana.
Rules of Playing Pai Gow Poker - Wilbur's WYNN WYNN
BalasHapusA 경상북도 출장샵 standard playing card is the same as 바카라 게임 사이트 a pack of 52 의정부 출장샵 cards except in 광주 출장샵 a standard deck of 52 cards. There are 4 광명 출장마사지 suits: ace, joker,